Jumat, 06 Juli 2007

Menggali Kubur Imam Muhadi

BLITAR - Bupati Blitar Drs. Imam Muhadi, MBA meminta upaya penggalian puluhan kerangka mayat di Gua Tikus, Dusun Kedunganti Kaliwaru, Desa Lorejo, Kecamatan Bakung, dihentikan. Pasalnya, penggalian tersebut tanpa izin dan sepengetahuan Pemerintah Kabupaten Blitar.

Pernyataan bupati tersebut disampaikan Kepala Badan Keselematan Pengembangan dan perlindungan Masyarakat Kabupaten Blitar Drs Djoerihartom. "Penggalian itu dikhawatirkan akan mengganggu dan mempengaruhi stabilitas masyarakat Blitar," kata dia kepada Tempo News Room, Senin (26/8).

Ketua Panitia II Penggalian Samirin mengakui penggalian puluhan kerangka mayat di Gua Tikus memang masih menunggu izin dari Bupati Blitar. Dalam waktu dekat, panitia akan minta izin secara resmi.

Keberadaan kerangka mayat di sumur berkedalaman sekitar 21 meter yang oleh warga setempat disebut Gua Tikus itu masih simpang siur. Belum diketahui secara pasti mayat siapa yang dimasukkan ke sumur di kawasan kering dengan bukit tandus dan berbatu cadas itu.

Sulem, warga Kedunganti kaliwaru yang menjadi saksi, menyatakan suatu pagi sekitar pukul 07.00 WIB pada 1967-1968 ada 14 orang lewat depan rumahnya digiring menuju Gua Tikus. Dari 14 orang itu, ada empat orang warga Desa Pasiraman yang ia kenal yaitu Nurhalim, Duryadi, Rusik Syairun, dan Kasni Kuwok.

Suatu sore pukul 18.30 WIB pada tahun yang sama, Sulem melihat 25 orang digiring lewat depan rumahnya menuju Gua Tikus. Dari 25 orang itu, ada seorang yang ia kenal bernama Damiran yang berhasil melarikan diri dan sekarang sudah meninggal. Kemudian ada tiga orang yang digiring ke tempat itu, kata dia, yakni Carik Juni, Sucipto, dan Marjuni. "Sesudah peristiwa itu saya tidak tahu lagi nasib mereka, apakah masih hidup atau sudah mati," kata Sulem.

Inisiatif penggalian, menurut Samirin, berasal dari Yayasan Kasut Perdamaian Jakarta bekerja sama dengan Lembaga Pengkajian Kekejaman 66 Blitar yang diketuai Putmuinah, mantan Ketua Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani) Kabupaten Blitar.

Samirin mengungkapkan upaya mengangkat kerangka mayat itu dimulai dengan penelitian pada 8-18 Agustus lalu. Penelitian dilakukan Yayasan Kasut Perdamaian dibantu sejumlah mahasiswa pecinta alam dari Jakarta. Hasil penelitian itu memastikan di dalam sumur tersebut terdapat kerangka manusia. "Jumlah mayat belum jelas, mungkin sekitar 41 orang."

Pada tahap penelitian, dia mengaku telah mendapat izin dari Desa Lorejo secara lisan. Hal tersebut diakui Sekretaris Desa Lorejo Mutoharno. "Namun kalau soal penggalian kerangka mayat tersebut, kami sarankan minta izin ke Bapak Bupati," ujar Mutoharno.

Putmuinah menjelaskan penggalian kerangka mayat tersebut bertujuan untuk menguburkan kembali mayat-mayat itu di tempat yang layak, tanpa ada maksud-maksud tertentu. "Mereka itu kan juga manusia, sudah sewajibnya kita memperlakukan mayat-mayat itu dengan layak seperti manusia yang lain," tutur dia.

Ketua Yayasan Kasut Perdamaian Ester Yusuf membenarkan pihaknya berupaya menggali mayat di Gua Tikus. Menurut dia, penggalian itu dilakukan sesuai aturan dengan sepengetahuan pihak desa.

Ester menjelaskan upaya hukum yang diambil sebelum penggalian. Pertama, mengganti rugi tanah di sekitar lokasi kepada warga. Kedua, melaporkan pada pihak terkait begitu menemukan kerangka manusia di lokasi itu. "Begitu ditemukan, kami langsung melaporkannya, kemudian mengadakan acara selamatan bersama para pamong desa dan penduduk," ungkapnya.

Tujuan penggalian itu, kata dia, semata-mata agar jenazah-jenazah yang terkubur di gua itu memperoleh perlakuan yang layak sebagai manusia. "Kami ingin mereka dapat dikuburkan kembali dengan proses yang benar, secara administratif maupun keagamaan."

Tidak ada komentar: