Jumat, 06 Juli 2007

Tikus-tikus Raksasa dari Blitar itu

Tekanan Darah Naik, Sehari Nyatakan Sudah Tak Kerasan
Soebiantoro bakal menempati sel pengenalan lingkungan (kenaling) atau sel tikus di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II Blitar selama seminggu. Baru sehari menghuni sel tikus, mantan sekretaris daerah (sekda) Blitar yang kesandung korupsi itu mengatakan sudah tidak kerasan.

Abdul Aziz, Ratu

Bangunan kokoh berdiri di timur Alun-Alun Kota Blitar. Sejumlah wanita antre mau masuk ke dalam bangunan yang ditembok tebal dan tinggi itu. Mereka berdiri berjejer rapi menunggu dipanggil.

Saking banyaknya yang antre, petugas harus melakukan penjadwalan. Satu rombongan unuk sepuluh orang. Begitu kaki menginjakkan pintu masuk, barang bawaan diperiksa oleh petugas.

Itulah kesibukan sehari-hari di Lapas Blitar yang kini dihuni 250 lebih tahanan dan narapidana. Beberapa mantan pejabat top Pemkab Blitar termasuk penghuninya. Sebut saja Imam Muhadi (mantan Bupati Blitar), Samirin Darwoto (mantan ketua DPRD), Rusdjan (mantan kepala dinas Informasi, Publik dan Pariwisata), Krisanto (mantan kabag keuangan), Solichin Inanta, dan Bangun Suharsono (kasubag keuangan)

Terbaru, mantan sekretaris daerah (Sekda) Soebiantoro yang menghuni Lapas Blitar. Dia kesandung korupsi bersama dengan Samirin Darwoto. Pak Bin -panggilan akrab Soebiantoro- baru empat hari ini menghuni Lapas Blitar. Tepatnya, Pak Bin ditahan sejak 6 Maret lalu.

Selama empat hari, Soebiantoro ditempatkan di ruangan khusus atau sel tikus. Tak ada perlakuan khusus baginya. Sama seperti orang yang berurusan dengan hukum. Sel itu paling ditakuti oleh narapidana ataupun tahanan. Tak ada kasur ataupun tikar untuk alas tidur. Ruang itu berukuran sekitar 10 meter x 7 meter yang terdapat di Blok B5.

Saat ini, sel tikus dihuni sedikitnya 40 tahanan dan narapida. Lantaran yang menghuni banyak, tak pelak membuat orang yang berada di sel tersebut harus hidup dengan segala keterbatasan. Kebanyakan waktunya dihabiskan sambil berdiri. Bahkan tidur pun dilakukan dengan duduk. Ketika bangun, harus berhimpitan dengan narapidana dan tahanan lain. "Namanya juga sel tikus," kata Puji Widodo, humas Lapas Blitar.

Tak seorangpun diperkenankan masuk ataupun menjenguk orang yang menghuni sel tikus. Bahkan, keluarga sekalipun. Tak heran jika sejak ditahan, keluarga Soebiantoro belum terlihat menjenguknya. Soebiantoro hanya boleh keluar dari sel saat menjalani pemeriksaan oleh jaksa.

Priyo Handoko selaku penasihat hukum (PH) Soebiantoro mengatakan kliennya shock ketika hari pertama dan kedua menghuni sel tikus. Bahkan tekanan darah pria yang pernah macung bupati Blitar itu sempat naik hingga 150 mmhg. Waktunya dihabiskan dengan termenung.

"Shock, itu jelas. Dia kan mantan orang ternama di Blitar, Mojokerto, hingga Surabaya. Kalau kemudian diperlakukan seperti itu (menghuni sel tikus), jiwanya belum siap," kata Priyo.

Kebiasaan tidur Pak Bin juga berubah. Dari biasanya tidur terlentang di atas kasur, kini tidur sambil duduk ataupun jongkok, bahkan berdiri. "Saking sempitnya ruangan, untuk tidur pun susah. Tempat itu memang digunakan menggembleng tahanan sebelum masuk ke sel lain," kata Priyo.

Soebiantoro pun sempat mengeluh tidak kerasan tinggal di sel tikus. Tetapi lantaran sudah prosedur yang mesti dijalani, mau tidak mau mantan sekkota Mojokerto itu pun harus melakukannya. Selaku penasihat hukum, Priyo meminta kepada kliennya untuk tetap tabah.

Bagaimana dengan keluarganya? Menurut dosen fakultas hukum di Universitas Bhayangkara, Surabaya ini, sebenarnya sejak hari pertama Soebiantoro menghuni Lapas, keluarga ingin membesuk. Tetapi lantaran aturannya tidak boleh dijenguk selama satu minggu, keluarga Pak Bin yang sebagian tinggal di Mojokerto dan Surabaya itu tak bisa berbuat banyak. Hanya melalui penasihat hukumnya, kabar Soebiantoro dapat diketahui. "Jangankan wartawan, keluarganya tidak boleh membesuk. Sel tikus itu paling menakutkan," katanya. ***

Blitar, Kota Kecil Yang Penuh Warna Korupsi

Rabu, 30 November 2005
BLITAR (Suara Karya): Ratusan drum aspal proyek jalan dari APBD Pemerintah Kabupaten Blitar, Jawa Timur, dibagi-bagikan menjelang pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) setempat yang berlangsung Minggu (27/11).

Menurut sejumlah keterangan, ratusan drum aspal ini diduga dijadikan pemikat agar warga kampung/dusun penerimanya memilih pasangan calon tertentu.

Dari penelusuran dan keterangan yang dihimpun Antara, hingga Senin petang, ratusan drum aspal berada di berbagai pinggir jalan yang sudah di-makadam (dipasang batu) tersebut, umumnya di kirim hari Sabtu (26/11) atau sehari menjelang pilkada.

Dusun/kampung yang mendapat kiriman tersebut yakni Jatikunir, Kelurahan Bajang, Tumpang, Wonorejo, Bendosewu, semuanya di Kecamatan Talun, kemudian daerah Selorejo, Gadungan dan Sukosewu, Kecamatan Gandusari, dan sejumlah daerah lainnya.

Sebelum pengiriman aspal tersebut, antara sejumlah tokoh masyarakat di masing-masing dusun/ kampung, melakukan pembicaraan beberapa kali dengan pihak tim sukses pasangan calon kepala daerah, Herry Noegroho-Arif Fuadi.

Inti pembicaraan, pihak tim sukses siap mengirim aspal dalam jumlah bervarisi, ada yang lima drum dan ada pula yang mencapai 25 drum, asalkan warga di kampung/dusun bersangkutan siap memilih pasangan Herry Noegroho-Arif Fuadi pada pilkada Minggu itu.

Anang Kurniawan, aktivis lembaga swadaya masyarakat, ketika dihubungi di kediamannya di Talun, juga membenarkan merebaknya pembicaraan soal aspal proyek APBD yang dimanfaatkan oleh pasangan Herry-Arif sebagai pemikat warga agar memilihnya.

Bahkan di Sukosewu, pengiriman aspal tersebut sempat menimbulkan ketegangan di antara warga masyarakat setempat, setelah diketahui barang tersebut berasal dari proyek jalan yang didanai APBD Kabupaten Blitar, bukan dari pribadi Herry Noegroho, wakil bupati Blitar, yang juga sebagai Pj bupati, karena Bupati Imam Muhadi dijatuhi hukuman 15 tahun penjara dalam kasus korupsi dana APBD hampir Rp 90 miliar.

"Setelah warga tahu, drum-drum aspal itu ditulisi `APBD`. Aksi itu menyulut kemarahan warga lainnya yang pro Herry, sehingga nyaris terjadi keributan," kata Anang mengungkapkan.

Ketua Panitia Pengawas Pilkada Kabupaten Blitar, Ali Mas`ud, ketika dikonfirmasi mengakui telah mendengar masalah tersebut, tetapi pihaknya belum menerima ada yang melaporkannya secara formal.

"Kami belum bisa melakukan tindakan apa-apa, karena belum ada yang melapor secara resmi. Kan harus ada bukti-bukti yang jelas," katanya seraya berkilah masih sibuk mengurusi komplain soal penghitungan suara.

Sementara Heri Prayitno, anggota KPUD Blitar, juga mengaku mendengar masalah pembagian aspal APBD dengan mengatasnamakan Herry Noegroho sebagai calon bupati. Hal tersebut akan ditindaklanjuti, jika sudah ada laporan resmi dari panwas pilkada.

"Kalau memang terbukti terjadi kasus seperti itu, nantinya akan dikaji, apakah masuk pidana atau pelanggaran administratif. Kalau pidana ya ke polisi, jika masalah administratif kami yang menangani," katanya.

Belum diperoleh konfirmasi dari Herry Noegroho, karena ketika didatangi ke kediamannya di Jalan A. Yani No.17 Kota Blitar, calon kepala daerah yang perolehan suaranya sementara unggul tipis dari pasangan Harnen Sulistio-M Khoiruddin itu, sedang istirahat, tidak bisa ditemui.

"Bapak masih istirahat, mungkin nanti sore sekitar pukul lima (17.00) bisa dicoba ditelepon," kata Agus Zainal, ajudan Hery selaku wakil bupati/Pj bupati Blitar, pascabupati Imam Muhadi mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Blitar. (Ant/Singgih BS)

Masihkah Anda Berpikir Bahwa Imam Muhadi Tetap Layak Dihormat?

Sebagian masyarakat Blitar mungkin masih ingin menghormati Bupati Korup Imam Muhadi.

Masih layakkah seorang penghianat rakyat tersebut dihormati ?
Bila dia dipecat dari jabatan bupati, maka dia juga tidak pantas menyandang gelar bekas bupati.
Selayaknya masyarakat Blitar mngubur dalam-dalam manusia tidak bermoral yang tega menghianati rakyatnya sendiri.

Imam muhadi telah tega terhadap rakyatnya yang menderita akibat kemiskinan.
Imam Muhadi bersenang-senang di atas penderitaan rakyatnya yang terperdayai.

Keluarganya masih mendapat kehormatan. Bahkan mendapat jabatan tinggi dalam struktur pemerintahan. Masihkah anda percaya jika tetangga anda maling, maka keluarganya pun anda cap maling? Tidakkah anda perlakukan sama jika Imam muhadi maling uang negara, maka keluarganyapun tidak bisa kita percaya kejujurannya. Katakan, keluarganya juga akan maling uang negara!

Menggali Kubur Imam Muhadi

BLITAR - Bupati Blitar Drs. Imam Muhadi, MBA meminta upaya penggalian puluhan kerangka mayat di Gua Tikus, Dusun Kedunganti Kaliwaru, Desa Lorejo, Kecamatan Bakung, dihentikan. Pasalnya, penggalian tersebut tanpa izin dan sepengetahuan Pemerintah Kabupaten Blitar.

Pernyataan bupati tersebut disampaikan Kepala Badan Keselematan Pengembangan dan perlindungan Masyarakat Kabupaten Blitar Drs Djoerihartom. "Penggalian itu dikhawatirkan akan mengganggu dan mempengaruhi stabilitas masyarakat Blitar," kata dia kepada Tempo News Room, Senin (26/8).

Ketua Panitia II Penggalian Samirin mengakui penggalian puluhan kerangka mayat di Gua Tikus memang masih menunggu izin dari Bupati Blitar. Dalam waktu dekat, panitia akan minta izin secara resmi.

Keberadaan kerangka mayat di sumur berkedalaman sekitar 21 meter yang oleh warga setempat disebut Gua Tikus itu masih simpang siur. Belum diketahui secara pasti mayat siapa yang dimasukkan ke sumur di kawasan kering dengan bukit tandus dan berbatu cadas itu.

Sulem, warga Kedunganti kaliwaru yang menjadi saksi, menyatakan suatu pagi sekitar pukul 07.00 WIB pada 1967-1968 ada 14 orang lewat depan rumahnya digiring menuju Gua Tikus. Dari 14 orang itu, ada empat orang warga Desa Pasiraman yang ia kenal yaitu Nurhalim, Duryadi, Rusik Syairun, dan Kasni Kuwok.

Suatu sore pukul 18.30 WIB pada tahun yang sama, Sulem melihat 25 orang digiring lewat depan rumahnya menuju Gua Tikus. Dari 25 orang itu, ada seorang yang ia kenal bernama Damiran yang berhasil melarikan diri dan sekarang sudah meninggal. Kemudian ada tiga orang yang digiring ke tempat itu, kata dia, yakni Carik Juni, Sucipto, dan Marjuni. "Sesudah peristiwa itu saya tidak tahu lagi nasib mereka, apakah masih hidup atau sudah mati," kata Sulem.

Inisiatif penggalian, menurut Samirin, berasal dari Yayasan Kasut Perdamaian Jakarta bekerja sama dengan Lembaga Pengkajian Kekejaman 66 Blitar yang diketuai Putmuinah, mantan Ketua Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani) Kabupaten Blitar.

Samirin mengungkapkan upaya mengangkat kerangka mayat itu dimulai dengan penelitian pada 8-18 Agustus lalu. Penelitian dilakukan Yayasan Kasut Perdamaian dibantu sejumlah mahasiswa pecinta alam dari Jakarta. Hasil penelitian itu memastikan di dalam sumur tersebut terdapat kerangka manusia. "Jumlah mayat belum jelas, mungkin sekitar 41 orang."

Pada tahap penelitian, dia mengaku telah mendapat izin dari Desa Lorejo secara lisan. Hal tersebut diakui Sekretaris Desa Lorejo Mutoharno. "Namun kalau soal penggalian kerangka mayat tersebut, kami sarankan minta izin ke Bapak Bupati," ujar Mutoharno.

Putmuinah menjelaskan penggalian kerangka mayat tersebut bertujuan untuk menguburkan kembali mayat-mayat itu di tempat yang layak, tanpa ada maksud-maksud tertentu. "Mereka itu kan juga manusia, sudah sewajibnya kita memperlakukan mayat-mayat itu dengan layak seperti manusia yang lain," tutur dia.

Ketua Yayasan Kasut Perdamaian Ester Yusuf membenarkan pihaknya berupaya menggali mayat di Gua Tikus. Menurut dia, penggalian itu dilakukan sesuai aturan dengan sepengetahuan pihak desa.

Ester menjelaskan upaya hukum yang diambil sebelum penggalian. Pertama, mengganti rugi tanah di sekitar lokasi kepada warga. Kedua, melaporkan pada pihak terkait begitu menemukan kerangka manusia di lokasi itu. "Begitu ditemukan, kami langsung melaporkannya, kemudian mengadakan acara selamatan bersama para pamong desa dan penduduk," ungkapnya.

Tujuan penggalian itu, kata dia, semata-mata agar jenazah-jenazah yang terkubur di gua itu memperoleh perlakuan yang layak sebagai manusia. "Kami ingin mereka dapat dikuburkan kembali dengan proses yang benar, secara administratif maupun keagamaan."

Imam Muhadi Pemegang Rekor Korupsi Kelas Bupati

Imam Muhadi : mantan Bupati Blitar : kasus korupsi dana APBD Rp 68 miliar, divonis 10 tahun penjara

Samsul Hadi : mantan Bupati Banyuwangi : korupsi pembelian kapal Rp 15 miliar

Samsul Hadi Siswoyo : mantan Bupati Jember : korupsi kasda Pemkab Jember senilai Rp 18,5 miliar : ditahan di Lapas Jember

Sutrisno : mantan Bupati Nganjuk : Korupsi APBD RP 1,3 miliar : ditahan oleh Kejari Nganjuk
Djuwito : Sekretaris Kabupaten Jember : korupsi kasda

Sahuri : Kabag Pemerintahan Pemkab Jember : Korupsi dana bantuan kecamatan

Mulyadi : Plt Kabag Keuangan Pemkab Jember : korupsi APBD 2004

Teddy Rasphadi : Camat Taman : korupsi PIA Jemundo

Yacobues Musa : korupsi PIA Jemundo

Sigit Subekti : Kabag Pemeliharaan Biro Perlengkapan Pemprv Jatim : korupsi PIA Jemundo

Anik Susdiatun : Kasubag Penghapusan Aset Pemprov Jatim : korupsi PIA Jemundo

Haribowo Sukotco : sekretaris KPU Jatim : korupsi KPU Jatim

Wahyudi Purnomo : Ketua KPU Jatim : korupsi KPU Jatim

M Mucharor Cs: mantan Kadivre XI Dolog Jember : korupsi Dolog

Sugeng Nurhariyanto : lurah Karangpilang : korupsi bantuan raskin senilai Rp 98 juta

Rahyudin : mantan staf Disbudpar Pemkot Surabaya : korupsi beras untuk warga miskin

Bambang Sugiharto : mantan Kepala Bawasko Pemkot Surabaya : korupsi pengadaan booklet

Edi Catur Cs : Bendahara Kesos Pemkot Sampang : korupsi dana pengungsi
Sumber Kejati Jatim

19. Ir Soekarno, mantan Kepala Dinas PU dan Cipta Karya Pemkab Sidoarjo. Korupsi PT Sidoarjo Membangun (SM) 2002 senilai Rp 3 miliar

20. Suyitno Miskal, Kepala Bakesbang Linmas Pemkot Surabaya. Korupsi dana bantuan partai politik (banpol) senilai Rp 1,2 miliar

20. Saleh Mulyono : Bupati Magetan aktif. Tersandung korupsi pembangunan GOR senilai Rp 3,5 miliar.

Keluarga Imam Muhadi Berfoya-foya Dengan Uang Negara

Berbagai kalangan masyarakat di Blitar ternyata sudah menduga dan memprediksi bahwa Bupati Imam Muhadi terlibat dan terseret dalam kasus dugaan korupsi kas daerah Rp 68 miliar. Bahkan, di kalangan karyawan pemkab pun sudah menduga sebelumnya kalau Muhadi bakal ditahan, menyusul empat tersangka sebelumnya. Sebenarnya kami sama sekali tidak terkejut kalau akhirnya Pak Bupati bakal terlibat dalam kasus itu dan dipenjara.

Seperti diberitakan kemarin, akhirnya Bupati Muhadi dipenjara di Rutan Medang, Sidoarjo. Dia dipenjara setelah diperiksa dan dinyatakan sebagai tersangka. Sedangkan empat tersangka lain yang lebih dahulu ditahan adalah Kabag Keuangan Krisanto, Kepala Dinas Inpupar Rusdjan, Kasubag Pembukuan Bangun Suharmanto, dan Kepala Kas Daerah Solichin Inanta.

Perkiraan para karyawan Pemkab bahwa Muhadi bakal terseret, lantaran antara Muhadi dengan Krisanto sangat dekat. Menurut para karyawan, bukan rahasia lagi bahwa antara Krisanto dengan Muhadi selalu ’lengket’. Bahkan, para pegawai di sini membuat istilah, Krisanto merupakan bupati kecil. Artinya di mana ada Muhadi, dia selalu hadir mendamping, ungkapnya.

Dengan asumsi tersebut, secara tidak langsung, setiap uang yang dikeluarkan bagian keuangan (Krisanto) pasti diketahui oleh Muhadi. Makanya, ketika Krisanto dinyatakan jadi tersangka dan diduga berfoya-foya dengan uang negara, hampir bisa dipastikan Muhadi bakal ’diseret’ atau dilibatkan.

Apalagi Krisanto sebagai anak buah, pasti menuruti apa yang diinginkan bupatinya. Dan dulu krisanto sangat loyal kepada Muhadi, katanya.

Hal senada juga disampaikan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Balitbangda) Djoeriharto. Menurut dia, pihaknya sama sekali tidak kaget jika Muhadi saat ini ditahan. Sebab, seorang kepala daerah pasti mengetahui aliran atau penggunaan dana yang digunakan oleh anak buahnya. Istilah, seorang prajurit tidak akan berani melangkah jika tidak ada perintah atau instruksi, ungkapnya.

Permohonan Kasasi Mestinya Dijawab Hukuman Mati

BLITAR -- Permohonan kasasi mantan Bupati Blitar, Imam Muhadi, ditolak Mahkamah Agung, sedangkan upaya banding mantan ketua DPRD Kabupaten Blitar, Samirin Darwoto, dikabulkan Pengadilan Tinggi (PT) Jawa Timur.

Humas Pengadilan Negeri (PN) Blitar, Sigit Pangudianto SH, Rabu (28/3) mengatakan bahwa dengan penolakan kasasi dari MA itu, Imam Muhadi tetap harus menjalani masa hukuman selama 10 tahun penjara karena diputuskan bersalah dalam kasus korupsi dana APBD 2002-2004 senilai Rp 97 miliar.

Vonis 10 tahun penjara itu diputuskan PT Jatim, setelah Imam Muhadi mengajukan banding atas vonis yang dijatuhkan PN Blitar sebelumnya 15 tahun penjara dan denda Rp 400 juta serta membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp 36 miliar. ''Sampai sekarang kami belum memberitahukan hasil putusan MA kepada terdakwa karena harus menghubungi penasihat hukumnya dulu,'' ujar Sigit.

Sementara itu, upaya banding mantan ketua DPRD Kabupaten Blitar periode 1999-2004, Samirin Darwoto, yang menjadi terdakwa dalam kasus korupsi APBD 2004 senilai Rp 1,335 miliar diterima PT Jatim.

Samirin Darwoto akhirnya hanya menjalani 2,5 tahun hukuman penjara atau lebih ringan dari vonis PN Blitar sebelumnya lima tahun penjara.