Jumat, 06 Juli 2007

Imam Muhadi, Bupati Blitar Paling Bermasalah

Blitar, Kompas- Sekitar 4.000 petani Kabupaten Blitar yang didampingi sejumlah elemen mahasiswa, Senin (4/3) mendatangi Kantor Bupati Blitar. Para pengunjuk rasa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa dan Petani Independen Blitar (Ampibi) itu menuntut pengembalian hak atas tanah pertanian.Para petani itu berasal dari delapan wilayah yang berbeda di Kabupaten Blitar. Delapan areal pertanian itu meliputi Soso, Sengon, Kulon Bambang, Piji Ombo, Banaran, Ponggok, Penataran, dan Gambar Anyar.

Sejak pukul 09.00, ribuan petani tersebut berkumpul di Alun-alun Blitar. Setelah berorasi sejenak, iring-iringan massa bergerak menuju Kantor Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Blitar dipimpin koordinator lapangan MS Winarto. Tampak beberapa poster, antara lain bertuliskan Balekno Omahku dan Bupati Rojo Endo, DPRD Rojo Reko, Pabrik Rojo Rego.

Dalam orasinya di halaman kantor Pemkab Blitar, Winarto menandaskan, konflik agraria yang terjadi di Blitar harus segera dituntaskan. Jalan keluarnya adalah dengan mengembalikan tanah sengketa kepada masyarakat secara adil.

"Kami meminta agar bupati dan DPRD sebagai wakil rakyat menyuarakan aspirasi rakyat ini dengan maksimal. Sebab rakyat yang selama ini memperjuangkan hak mereka, justru seringkali berhadapan dengan intimidasi dan teror dari oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab," katanya.

Secara umum kasus tanah petani di Blitar itu, berawal dari pengusiran warga penggarap tanah yang juga tinggal di sekitar lahan pertanian, oleh pemerintah. Peristiwa itu banyak terjadi pada dekade 1965 hingga 1970-an.

Pada kasus tanah Penataran misalnya, Watoyo, salah seorang petani mengatakan, ia dipaksa pindah dari rumahnya di Dusun Pacuh. "Itu terjadi tahun 1968. Warga yang tidak mau pindah, rumahnya akan diganthol. Akhirnya kami takut semua, dan pindah ke dusun lain," tuturnya.

Ketakutan warga diperkuat penggunaan stigma Partai Komunis Indonesia (PKI), bagi petani yang enggan pindah. Akibat pengusiran itu, Watoyo harus merelakan hilangnya lahan pertanian gandum seluas 0,5 hektar. Sedangkan total luas lahan di Dusun Pacuh yang diambil alih, mencapai 182,5 hektar.

Sebanyak 13 wakil petani, kemudian mengadakan dialog dengan Bupati Blitar Imam Muhadi dan Ketua Komisi A DPRD Kabupaten Blitar, Endar Suparno. Selama perundingan berlangsung, massa menggelar atraksi seni "Jaranan" di halaman kantor bupati.

Usai perundingan, Bupati Imam Muhadi menyatakan, penyelesaian kasus tanah harus menghadirkan pihak-pihak terkait, yakni yang kini menguasai lahan-lahan tersebut. Sehingga, dalam dialog Senin kemarin, belum dibahas sedikit pun soal penyelesaian kasus.

"Penuntasan kasus baru akan dilakukan pada hari Rabu (besok- Red) untuk kasus-kasus yang melibatkan penguasa lahan di Blitar. Hari Kamis untuk penguasa lahan berkedudukan di Surabaya, dan Jumat untuk penguasa lahan di Jakarta," katanya. (ADP)

Tidak ada komentar: