Jumat, 06 Juli 2007

Imam Muhadi Sang Haji Pencuri Teriak Pencuri

Dugaan kasus korupsi di jajaran Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Blitar senilai Rp 32 miliar (96 Milyar - red) terus bergulir bak bola salju. Tiga pejabat pemkab, Muhammad Rusydan (mantan kebag keuangan -sekarang Kepala Dinas Informasi, Komunikasi dan Pariwisata), Krisanto (Kabag Keuangan) dan Bangun (Kasub Bagian Pembukuan) sudah ditetapkan jadi tersangka dan sudah pula ditahan. Mereka ini diduga menerbitkan Surat Perintah Membayar Giro (SPMG) tanpa dilengkapi dengan SKO (Surat Keterangan Otoritas) dan SPP (Surat Perintah Pembayaran). Akibat perbuatan itu, uang negara yang masuk dalam APBD Kabupaten Blitar 2003 hilang Rp 7,4 miliar dan pada APBD 2004 sebesar Rp 24,5 miliar. Artinya, ketiga pejabat eksekutif tersebut mengambil uang kas milik pemerintah Kabupaten Blitar yang sudah masuk dalam APBD. Mereka ini mengeluarkan SPMG, yaitu surat untuk mengeluarkan uang kas pemkab. Caranya, SPMG ini dikeluarkan dengan menumpang pada pengeluaran gaji sekretariat pemerintah kabupaten. Anehnya, pengeluaran kas untuk gaji sekretariat yang mestinya menggunakan kode A (kode untuk gaji sekretariat) ditulis oleh tersangka dengan menggunakan kode D yang tidak jelas peruntukannya. Yang juga mencurigakan, SPMG berkode D ini dikeluarkan pada tanggal di atas tanggal 1 setiap bulan. Padahal, pada tanggal tersebut pegawai di sekretariat Pemkab Blitar telah dibayarkan.

Ke mana dana itu mengalir? Dan, apakah Bupati Blitar juga mengetahui alur dana? Bagaimana kontrol legislatif sejauh ini? belum terkuak secara jelas. Pihak Kejari Blitar masih terus menelusuri pihak-pihak yang mungkin terlibat. Memang agak aneh, jika Bupati Blitar, Imam Muhadi sama sekali tidak mengetahui kas daerahnya 'dicuri' setiap bulan. Lalu tiba-tiba terperanjat setelah ada indikasi kas daerahnya devisit. Terlepas bagaimana kelanjutan pengutusan oleh Kejari Blitar itu kelak, kasus ini layak dikategorikan sebagai skandal (Blitargate).

Jika dilihat modusnya -- yakni mengambil uang kas daerah atau penggelapan -- memang tergolong biasa. Tetapi jika dilihat dari sisi pelaku dan jumlah kas daerah yang hilang pantas jadi keprihatinan. Modus mencuri uang negara adalah modus yang paling sedikit digunakan, yakni sekitar 2 persen dibanding cara-cara lain seperti penyimpangan anggaran dan mark-up (penggelembungan anggaran) yang mencpai 65 persen dan 15 persen.

Langkah Kejaksaan Negeri Blitar membuka Blitargate tentu patut diberi apresiasi. Sebagai lembaga -- yang di dalamnya sendiri masih sering dicurigai sebagai tempat kolusi -- keberanian membuka kasus korupsi pejabat eksekutif setidaknya bisa dijadikan ukuran, sejauh mana komitmennya memberantas korupsi dan membersihkan dirinya sendiri. Jangan lupa, Blitargate hanyalah puncak gunung es dari seluruh kasus korupsi di Jawa Timur yang dilakukan pejabat eksekutif maupun legislatif.

Data Indonetion Corruption Watch (ICW) sela dua kwartal pertama 2004 korupsi d Jawa Timur mencapai Rp 170 miliar (nasional mencapai lebih dari 2,7 triliun). Kwartal pertama (Januari - April 2004) mencapai Rp 26.597.000.000, dan pada kwartal kedua (Mei - Agustus 2004) mencapai Rp 143.871.092.594,10. Jawa Timur mencapai jumlah tertinggi, yakni 22 kasus. Jumlah yang cukup tinggi. Modus korupsinya macam-macam, mulai dari penyimpangan anggaran (65%), penggelapan (15%) serta pencurian uang negara, dll. Mark-up misalnya terjadi pada kasus pembelian kapal Putri Sritanjung oleh Pemkab Banyuwangi. Kasus ini pun sedang diusut oleh Polda Jatim.

Kini kasus Blitargate berada di tangan kejaksaan. Dan kasus Banyuwangi di tangan Polda Jatim. Apakah kasus-kasus korupsi di Jawa Timur segera diusut semua, kita tunggu.

Tulisan ini merupakan tajuk rencana Surya, 16 Desember 2004

Tidak ada komentar: